04 April 2013

Babel


If you want to be understood...listen

Itu adalah tagline film berjudul Babel (2006). Sebenernya gw udah lama nonton film ini, kira-kira setahun abis film ini rilis, DVD bajakannya udah ada di sini. DVDnya ilang, lama gak nonton lagi, akhirnya memutuskan untuk download dan nonton lagi. Sekarang ketika nonton lagi, sensasinya bener-bener beda sama dulu. Gw menemukan bahwa film ini bener-bener bagus, bener-bener mengaduk-aduk emosi, yah at least menurut pendapat gw sih gitu.

Sebelumnya, sedikit highlight tentang film ini, dia dapat 7 nominasi Oscar (salah satunya Best Picture, dan 2 Supporting Actress!) dan memenangkan Best Original Score. Sedangkan film ini menjadi juara untuk Best Film-Drama untuk Golden Globe dan masuk nominasi Palm d'Or (best movie) Cannes Film Festival. Beberapa pemerannya yang terkenal antara lain Brad Pitt, Cate Blanchett, Gael Garcia Bernal. Favorit gw sendiri sebenernya jatuh di performa Rinko Kikuchi (pemeran Chieko), walopun gw juga gak terlalu ngerti sebenernya akting yang bagus itu seperti apa.

Babel sendiri awalnya berkisah tentang 3 cerita di beberapa tempat yang nampak terpisah satu sama lain. Settingnya ada di Maroko, USA-Meksiko, dan Jepang. Semuanya kemudian saling berhubungan karena 1 senapan dan 1 insiden penembakan. Ceritanya mungkin sederhana, tapi yang gw tangkep sendiri sebenernya bukan tentang insiden penembakan itu sendiri, tapi tentang komunikasi (miskomunikasi tepatnya) dan budaya. Gw gak terlalu mengerti istilah teknis dalam film, dan juga mungkin bukan hardcore-movie-maniac, jadi gak bisa komentar banyak tentang akting, screenplay, directing, dll, cukup ceritain apa kesan yg ditinggalkan film ini ketika menonton untuk kedua kalinya. 

***mungkin mengandung Spoiler***

Yang jelas, nonton film ini capek, karena film ini bikin gw beberapa kali ngerasa miris, mual, dan pengen muntah. Pengen muntah? bukan karena ada adegan berdarah-darah atau menjijikan atau apa...salah satu contohnya adegan si anak kecil Maroko bermasturbasi di batu2an di padang pasir karena melihat saudara perempuannya berganti baju. Ekspresi anak itu direkam dengan baik, sampe bikin mual. Dan adegan Chieko yang nekat membuang celana dalamnya di toilet dan kemudian dengan sengaja menunjukkan kemaluannya ke sekumpulan pemuda. 2 adegan itu dan ada adegan lain bener-bener bikin gw mual. Ada adegan lain yang bikin ngilu, ketika Susan harus mendapat jahitan di bahu kirinya, jahitan secara darurat tanpa dibius menggunakan jarum dan benang biasa. Ergh...

Beberapa hal yang menarik dari film ini adalah kita bisa merasakan dinamika yang berbeda, dinamika kehidupan yang ditampilkan di suatu negara benar2 bisa membuat kita merasa ada di negara itu. Gimana 'membosankannya' hidup ahmed dan yussef di padang pasir terpencil. Gimana kesepian dan penolakan yang dirasain Chieko, gadis Jepang yang cukup good-looking tapi selalu ditolak/diremehkan lingkungannya karena dia bisu-tuli. Gimana sedihnya Amelia ketika akhirnya harus berpisah sama anak-anak majikannya. Gimana 'budaya Amerika' yg terkenal superior tapi ketika di saat terdesak mereka amat sangat berhati dingin dan egois berbenturan dengan Anwar si Maroko yang baik hati, yang di adegan perpisahan pas di helikopter bikin gw berasa haru sendiri karena sikap si Anwar. Turis-turis Amerika yang curigaan dan parno ketika masuk perkampungan kumuh di Maroko karena ada berita turis yang disembelih di sebuah desa terpencil di Mesir. Dan turis-turis ini digambarkan sangat asing melihat kebudayaan Maroko dengan wanita berjilbabnya.

Konflik yang digambarkan juga bikin deg-degan bukan dengan adegan seru, tapi konflik batin dan 'eksploitasi' emosi. 3 adegan favorit gw adalah ketika Santiago hendak mengantar Amelia dan anak2 itu pulang ke San Diego, gimana polisi perbatasan penuh kecurigaan memeriksa surat-surat dan mobil mereka. Sederhana, bukan adegan 'spesial' seperti kejar2an mobil melawan arah, hanya adegan pemeriksaan oleh petugas yang mungkin pernah kita alami sendiri sensasinya. Tapi justru karena konflik yang dibangung dari kejadian 'biasa' itulah yang bikin kita bisa 'terikat' secara emosi dengan adegan tersebut. Kemudian ending cerita Richard, dimana dia menelepon ke rumah, dan menangis di telepon karena mendengar suara anaknya. Adegan ini mirip adegan Avner (Eric Bana) di film Munich, dan sejujurnya gw lebh suka penggarapan adegan di Munich daripada Babel. Kemudian adegan Chieko di diskotik, ketika scene berganti dari suasana 'real' diskotik yang penuh lampu dan berisik, ke suasana dari persepsi Chieko yang bisu-tuli.

Satu lagi, memang film ini pantas dapat penghargaan original score, karena semua musiknya terasa pas pada tempatnya. Jangan mengharap musik yang megah seperti Angels and Demons atau Lord of The Ring, karena musiknya cenderung sederhana, bahkan di beberapa scene yang intens, tidak ada musik sama sekali! Gw pribadi kadang cukup senang juga sama film yang kaya gini, karena gw merasa si pembuat film membiarkan penonton menentukan sendiri emosi yang ingin dirasakan, tanpa perlu 'didikte' oleh musik latar. Contoh yang paling bagus adalah film No Country For Old Men, sepanjang film bener2 gak ada musik sama sekali, bener2 suara film itu, tanpa musik latar...tapi justru kesan 'sepi' itu yang bikin film itu keren dan mencekam.

Lantas kenapa 'Babel' menjadi judul film ini? apa hubungannya dengan kisah menara Babel? di IMDB bisa ditemukan : 
The title refers to the story of the Tower of Babel in the Biblical Book of Genesis. In the story, the people of the world are all united and speak a common language. They begin to build a tower to reach the heavens and become godlike themselves. God, seeing this, decides to confuse the language of the people and destroy the tower. When the people could no longer understand each other they gave up work on the tower and spread out to different parts of the world. It also refers to the connections -or lack thereof- that come through the use of language. In each storyline the characters struggle with surviving and self-identification based on misunderstanding through a language barrier. This film ultimately looks at the fact that we are all intimately connected on a life-and-death level, yet the trivialities of language and misunderstandings break us apart.
Also, the word 'babel' means a confused noise created by a number of voices, which is essentially what the story of the movie is
Kalau anda penggemar drama (bukan yang menye-menye) silahkan dinikmati. I highly recommend this one!